Beberapa pemuda
remaja yang berasal dari etnik Sangihe Talaud Sitaro- SATAS- yang bekerja di sektor jasa sebagai buruh
kasar di toko-toko di Manado, oleh majikan mereka dipanggil "ungke"
dengan nada miring, yang perempuan dipanggil
"momo" dengan nada yg setengah merendahkan martabat mereka hanya karena kedudukan
mereka selaku pekerja toko dan pembantu rumah tangga, Hal semacam ini sengaja dikonstruksikan secara sosial
berada pada level paling rendah dari derajat kemanusiaan, sehingga terbangun stereotype terhadap identitas ungke dan momo.
Ungke (sebutan anak laki-laki etnik Siau) dan Momo (sebutan anak perempuan etnik Sangihe) adalah sapaan istimewa dalam tradisi yang santun bagi
warga Sangihe di kampung halaman mereka. Di kota Manado kini menjadi fenomena sosial yang
cenderung bergeser ke stereotipe (stigma negatif) yang bertentangan dengan nilai-nilai
hakikinya.
Ungke dan Momo belum merdeka. padahal Ungke dan Momo
telah berjasa memberikan kontribusi besar bagi kemakmuran ekonomi para
majikan. Para majikan telah memberikan manfaat bagi pembangunan kota
Manado. Lalu mengapa pemerintah kota tidak memberi perhatian serius pada
upaya untuk mengangkat martabat Ungke dan Momo?
Tidak ada komentar:
Posting Komentar